Sabtu, 08 April 2017

Psikologi Pendidikan: Intelegensi

Inteligensi

Konsep inteligensi menimbulkan kontroversi dan debat panas, sering kali sebagai reaksi terhadap gagasan bahwa setiap orang punya kapasitas mental umum yang dapat diukur dan dikuantifikasi dalam angka. Psikolog pendidikan memperdebatkan apakah kita punya kapasitas mental umum ataukah sejumlah kapasitas mental spesifik. Juga, apabila kita punya beragam kapasitas mental, lalu apa kapasitas itu? Berapa banyak yang kita punya?
Berbeda dengan berat dan tinggi badan dan usia, inteligensi tidak bisa diukur secara langsung. Kita hanya bisa mengevaluasi inteligensi murid secara tak langsung dengan cara mempelajari tindakan inteligensi murid. Kita lebih banyak mengandalkan pada tes inteligensi tertulis untuk memperkirakan inteligensi murid. Lalu, apakah yang dimaksud dengan inteligensi itu?

Beberapa pakar mendeskripsikan inteligensi sebagai keahlian untuk memecahkan masalah (problem-solving). Yang lainnya mendeskripsikannya sebagai kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Dengan mengombinasikan ide-ide ini kita dapat menyusun definisi inteligensi yaitu keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari. 

Tes Inteligensi Individual
  1. Tes Binet
Pada 1904 Menteri Pendidikan Perancis meminta psikolog Alfred Binet untuk menyusun metode guna mengidentifikasi anak-anak yang tidak mampu belajar di sekolah. Binet dan mahasiswanya, Theopile Simon, menyusun tes inteligensi untuk memenuhi permintaan ini. Tes itu disebut Skala 1905.
Binet mengembangkan konsep mental age (MA) atau usia mental, yakni level perkembangan mental individu yang berkaitan dengan perkembangan lain. Tak lama kemudian, pada 1912 William Stern menciptakan konsep intelligence quotient (IQ), yaitu usia mental seseorang dibagi dengan usia kronologis (chronological age - CA), dikalikan 100. Jadi rumusnya, IQ = MA/CA x 100. Jika usia mental sama dengan usia kronologis, maka IQ orang itu adalah 100. Jika usia mental di atas usia kronologis, maka IQ-nya lebih dari 100. 
Tes Binet direvisi berkali-kali untuk disesuaikan dengan kemajuan dalam pemahaman inteligensi dan tes inteligensi. Revisi-revisi ini disebut tes Stanford-Binet (sebab revisi itu dilakukan di Stanford University). Dengan melakukan tes untuk banyak orang dari usia yang berbeda dan latar belakang yang beragam, peneliti menemukan bahwa skor pada tes Stanford-Binet mendekati distribusi normal.
Edisi keempat tes Stanford-Binet dipublikasikan pada 1985. Salah satu penambahan penting pada versi ini adalah analisis respons individual dari segi empat fungsi: penalaran verbal, penalaran kuantitatif, penalaran visual abstrak, dan memori jangka pendek. Skor komposit umum masih dipakai untuk mengetahui keseluruhan inteligensi. Tes Stanford-Binet masih menjadi salah satu tes yang paling banyak digunakan untuk menilai inteligensi murid (Aiken, 2003; Walsh & Betz, 2001).


     2. Skala Wechsler

Tes lainnya yang banyak dipakai untuk menilai inteligensi murid dinamakan skala Wechsler yang dikembangkan oleh David Wechsler. Tes ini mencakup Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence-Revised (WPPSI-R) untuk menguji anak usia 4 sampai 6 1/2 tahun; Wechsler Intelligence Scale for Children-Revised (WISC-R) untuk anak remaja dari usia 6 hingga 16 tahun; dan Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised (WAIS-R).
Selain menunjukkan IQ keseluruhan, skala Wechsler juga menunjukkan IQ verbal dan IQ kinerja. IQ verbal didasarkan pada enam subskala verbal, IQ kinerja didasarkan pada lima subskala kinerja.

Tes Individual versus Tes Kelompok
Tes inteligensi kelompok mencakup Lorge-Thorndike Intelligence Tests, Kuhlman-Anderson Intelligence Tests, dan Otis-Lennon School Mental Abilities Tests. Tes kelompok lebih nyaman dan ekonomis ketimbang tes individual, namun juga ada kekurangannya. Saat tes dilakukan pada satu kelompok besar, peneliti tak dapat menyusun laporan individual, menentukan tingkat kecemasan murid, dan sebagainya. Dalam situasi tes kelompok besar, murid mungkin tidak memahami instruksi atau mungkin diganggu oleh murid lainnya.

Teori Multiple Intelligences
  1. Pandangan Awal
Wechsler percaya bahwa adalah mungkin dan perlu untuk mendeskripsikan baik itu inteligensi umum maupun inteligensi verbal spesifik dan inteligensi kinerja seseorang. Dia mendasarkan diri pada gagasan Charles Spearman (1927) yang mengatakan bahwa orang punya inteligensi umu, yang disebut g, dan tipe inteligensi spesifik, yang disebut s
Sejak awal 1930-an, L.L. Thurstone (1938) mengatakan orang mempunyai tujuh kemampuan intelektual spesifik, yang dinamakannya kemampuan primer: pemahaman verbal, kemampuan angka, kefasihan kata, visualisasi spasial, memori asosiatif, penalaran, dan kecepatan persepsi. 


     2.  Teori Triarkis Sternberg

Menurut teori inteligensi triarkis dari Robert J. Sternberg (1986, 2000), inteligensi muncul dalam bentuk: analitis, kreatif, dan praktis. Inteligensi analitis adalah kemampuan untuk menganalisis, menilai, mengevaluasi, membandingkan, dan mempertenangkan. Inteligensi kreatif adalah kemampuan untuk mencipta, mendesain, menciptakan, menemukan, dan mengimajinasikan. Inteligensi praktis fokus pada kemampuan untuk menggunakan, mengaplikasikan, mengimplementasikan, dan mempraktikkan. 

Sternberg (2000; Sternberg, Torff & Grigorenko, 1998) mengatakan bahwa murid dengan pola triarkis yang berbeda akan "tampak berbeda" di sekolah. Murid dengan kemampuan analitis yang tinggi cenderung lebih disukai dalam sekolah umum (konvensional). Mereka sering kali mudah menyerap pelajaran di mana guru memberi pelajaran dan murid diberi ujian. Mereka biasanya dianggap murid "pintar" yang mendapat ranking bagus, nilainya selalu bagus, nilai baik dalam tes inteligensi dan SAT, dan mudah masuk ke universitas.
Murid dengan kemampuan inteligensi kreatif yang tinggi biasanya bukan ranking atas dalam kelas. Sternberg mengatakan bahwa murid yang kreatif mungkin tidak dapat menyelesaikan tugas pelajaran sesuai dengan harapan guru. Mereka tidak memberi jawaban yang lazim atau tepat, tetapi jawaban yang unik atau aneh, sehingga sering dimarahi atau disalahkan.
Seperti murid dengan inteligensi kreatif yang tinggi, murid dengan inteligensi praktis sering kali kesulitan memenuhi keinginan sekolah. Namun, murid ini sering kali berprestasi di luar kelas. Mereka mungkin punya keahlian sosial yang bagus dan pemahaman umum yang baik. Saat dewasa, mereka terkadang menjadi manajer sukses, pengusaha, atau politikus, meskipun catatan prestasi sekolahnya biasa-biasa saja. 



   3. Delapan Kerangka Pikiran Gardner

Howard Gardner (1983, 1993, 2002) percaya bahwa ada banyak tipe inteligensi spesifik atau kerangka pikiran.
Keahlian verbal: kemampuan untuk berpikir dengan kata dan menggunakan bahasa untuk mengeskpresikan makna (penulis, wartawan, pembicara).
- Keahlian matematika: kemampuan untuk menyelesaikan operasi matematika (ilmuwan, insinyur, akuntan).
- Keahlian spasial: kemampuan untuk berpikir tiga dimensi (arsitek, perupa, pelaut).
- Keahlian tubuh-kinestetik: kemampuan untuk memanipulasi objek dan cerdas dalam hal-hal fisik (ahli bedah, pengrajin, penari, atlet).
- Keahlian musik: sensitif terhadap nada, melodi, irama, dan suara (komposer, musisi, dan pendengar yang sensitif).
- Keahlian intrapersonal: kemampuan untuk memahami diri sendiri dan menata kehidupan dirinya secara efektif (teolog, psikolog).
- Keahlian interpersonal: kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain (guru teladan, profesional kesehatan mental).
- Keahlian naturalis: kemampuan untuk mengamati pola-pola di alam dan memahami sistem alam dan sistem buatan manusia (petani, ahli botani, ahli ekologi, ahli tanah).


  • Proyek Spektrum
Proyek spektrum adalah usaha inovatif yang dilakukan Gardner (1993; Gardner, Feldman & Krechevsky, 1998) untuk menguji delapan inteligensi anak-anak. Proyek Spektrum diawali dengan ide dasar bahwa setiap murid punya potensi untuk mengembangkan kekuatan di satu atau dua area. 
Seperti apakah kelas Spektrum itu? Kelas ini memiliki banyak materi yang dapat menstimulasi berbagai inteligensi. Guru menggunakan materi yang berhubungan dengan kombinasi domain inteligensi. Secara keseluruhan, kelas Spektrum punya 12 area yang didesain untuk melatih dan meningkatkan multiple intelligences murid. Kelas Spektrum juga dapat mengungkapkan keahlian yang biasanya tidak tampak dalam kelas reguler. Selain mengungkapkan kelebihan terpendam dalam diri murid, Proyek Spektrum juga dapat memperlihatkan kelemahan yang tersembunyi. 

  • Key School
Key School, sekolah dasar K-6 di Indianapolis, menyediakan kepada murid aktivitas yang melibatkan berbagai keterampilan yang berkaitan dengan delapan kerangka pikiran dari Gardner (Goleman, Kaufman, & Ray, 1993). Setiap hari masing-masing anak diberi materi yang didesain untuk menstimulasi seluruh kemampuan manusia. Materi itu antara lain seni, musik, bahasa, matematika, dan permainan fisik. Selain itu, mereka juga diminta untuk memahami diri sendiri dan orang lain. Tujuan Key School adalah membuat murid menemukan sendiri minat dan bakat masing-masing, dan kemudian membiarkan mereka mengeksplorasinya.


     4. Emotional Intelligence

Teori lain yang memandang arti penting dari aspek praktis, aspek interpersonal, dan aspek intrapersonal dalam inteligensi telah menarik banyak minat baru-baru ini. Teori itu dinamakan emotional intelligence (kecerdasan emosional), yang didefinisikan oleh Peter Salovy dan John Mayer (1990) sebagai kemampuan untuk memonitor perasaan diri sendiri dan perasaan serta emosi orang lain, kemampuan untuk membedakannya, dan kemampuan untuk menggunakan informasi ini untuk memandu pemikiran dan tindakan dirinya. 

Daniel Goleman (1995) percaya bahwa untuk memprediksi kompetensi seseorang, IQ seperti yang diukur dengan tes kecerdasan ternyata tidak lebih penting dari kecerdasan emosional. Menurut Goleman, emotional intelligence terdiri dari empat area:
              - Developing emotional awareness, seperti kemampuan untuk memisahkan perasaan dari
                 tindakan.
              - Managing emotions, seperti mampu untuk mengendalikan amarah.
              - Reading emotions, seperti memahami perspektif orang lain.
              - Handling relationships, seperti kemampuan untuk memecahkan problem hubungan.


    5. Mengevaluasi Pendekatan Multiple-Intelligences

Beberapa kritikus mengatakan bahwa klasifikasi Gardner atas domain seperti keahlian musik sebagai tipe inteligensi adalah klasifikasi yang tidak berdasar. Pengkritik lain mengatakan bahwa belum ada basis riset untuk mendukung delapan inteligensi Gardner, tiga inteligensi Sternberg, dan inteligensi emosional Mayer/Salovy/Goleman (Brody, 2000).

Kontroversi dan Isu dalam Inteligensi

  1. Sifat dan Asuhan
Isu sifat-asuhan (nature-nurture) adalah debat tentang apakah perkembangan seseorang terutama dipengaruhi oleh sifat alamiah ataukah oleh pengasuhan. Sifat adalah warisan biologis anak, sedangkan asuhan adalah pengalaman lingkungan. Beberapa ilmuwan mengatakan bahwa inteligensi terutama diwarisi dan bahwa pengalaman lingkungan hanya memainkan peran minimal dalam manifestasi inteligensi itu (Detterman, 2000; Herrnstein & Murray, 1994; Jensen, 1969). Dewasa ini sebagian besar pakar sepakat bahwa lingkungan juga memainkan peran penting (Ceci dkk., 1997; Okagaki, 2000; Sternberg & Grigorenko, 2001; Williams & Sternberg, 2002). Ini berarti bahwa memperkaya lingkungan anak dapat meningkatkan inteligensi mereka. Ini juga berarti bahwa memperkaya lingkungan anak bisa meningkatkan prestasi sekolah dan penguasaan keahlian yang dibutuhkan untuk bekerja. 


     2. Etnis dan Kultur
  • Perbandingan etnis
Di AS, skor rata-rata anak dari keluarga Afrika-Amerika dan Latin berada di bawah anak dari keluarga kulit putih non Latin berdasarkan tes inteligensi standar. Apakah perbedaan ini didasari oleh faktor warisan genetika atau lingkungan? Jawaban umumnya adalah lingkungan (Brooks-Gunn, Klebanov, & Duncan, 1996; Ogbu & Stern, 2001; Onwuegbuzie & Daley, 2001). Salah satu alasannya adalah dalam dekade terakhir ini, saat keluarga Afrika-Amerika mengalami peningkatan peluang sosial, ekonomi dan pendidikan, gap antara anak-anak Afrika-Amerika dan Kulit Putih pada tes inteligensi konvensional semakin menyempit (Jones, 1984). 
  • Bias kultural dan tes yang fair secara kultural
Banyak tes inteligensi awal mengandung bias kultural, lebih memihak pada anak-anak perkotaan ketimbang pedesaan, anak dari keluarga kelas menengah ketimbang keluarga miskin, lebih memihak Kulit Putih ketimbang anak minoritas (Miller-Jones, 1989). Standar untuk tes awal hampir semuanya didasarkan pada anak-anak berstatus ekonomi kelas menengah atas. 

   
    3. Pengelompokan dan Penelusuran Kemampuan
  • Pengelompokan (penelusuran) kemampuan antarkelas, tipe pengelompokan ini mengelompokkan murid berdasarkan kemampuan atau prestasi mereka. 
  • Pengelompokan kemampuan dalam kelas, pengelompokan ini menempatkan murid dalam dua atau tiga kelompok di dalam kelas dengan mempertimbangkan perbedaan kemampuan murid.

Sumber :
Santrock, J. W. (2007). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group

0 komentar:

Posting Komentar